Tuesday, June 26, 2012

Potensi SDA-SDM Aceh

Oleh Agus Putra A. Samad, National Taiwan Ocean University (NTOU)


Menjadi warga negara dari suatu bangsa yang besar dan disegani merupakan idaman banyak orang. Namun, untuk mendapatkan predikat sebagai bangsa yang besar dan makmur bukanlah hal yang mudah. Setidaknya ada tiga hal pokok yang mesti dimiliki oleh negara tersebut yaitu: ketersediaan sumber daya alam (SDA) yang memadai, sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, dan kemampuan menguasai perekonomian internasional.

Negara yang makmur akan mampu menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, sarana transportasi, dan prasarana umum yang mudah dijangkau oleh warganya, bahkan tidak tertutup kemungkinan, negara akan membagikan uang kepada warganya. Seperti di Uni Emirat Arab, pemerintah secara periodik menghapus utang rakyatnya (Serambi, 20/5/2012), dan Taiwan yang memberikan biaya hidup kepada warganya yang lanjut usia. 

Sebagai warga negara Indonesia, kita mengetahui besarnya SDA yang terkandung di negeri ini dan apabila dikelola secara optimal tentu akan dapat memberikan kontribusi besar demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dalam UUD 1945 juga dijelaskan bahwa pemanfaatan SDA adalah sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, menyebabkan permintaan kebutuhan hidup seperti: sandang, pangan dan perumahan semakin meningkat pula. Akibatnya eksploitasi SDA tidak mungkin dihindari. Oleh karena itu, untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan SDA dan ketersediaannya, maka diperlukan pengelolaan yang baik dan terencana sehingga keduanya dapat saling menunjang demi tercapainya pembangunan yang merata. 

SDA adalah semua kekayaan bumi atau unsur lingkungan hidup baik biotik maupun abiotik yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraan manusia (kamus istilah perikanan, 2010). Secara umum, SDA terbagi dua yaitu: SDA yang dapat diperbaharui contohnya: hewan, tumbuhan dan air; dan SDA yang tidak dapat diperbaharui contohnya: gas alam, minyak bumi, emas, dan bahan tambang lainnya. Di antara keduanya, yang paling rentan adalah SDA yang tidak dapat diperbaharui, karena ketersediaan SDA ini sangatlah terbatas sehingga apabila dieksploitasi secara terus menerus tanpa diikuti usaha pemeliharaan dan pelestarian, maka SDA tersebut akan semakin berkurang yang pada gilirannya akan habis. 

 Kaya akan SDA

Berbicara tentang sumber daya yang terdapat di Aceh, tidak dapat dipungkiri bahwa Aceh yang kerap juga disebut “daerah modal” kaya akan SDA. Badan Investasi dan Promosi Aceh mencatat bahwa Aceh memiliki SDA yang sangat komplit, di antaranya adalah sumber daya pertanian, perikanan, kehutanan, perkebunan, peternakan dan pertambangan. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh juga melaporkan bahwa komoditi ekspor terbesar adalah bersumber dari sektor pertambangan dengan volume mencapai 2.3 juta ton atau senilai USD 1.3 miliar (ekspor menurut komoditi, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa potensi SDA dari sektor ini sangatlah besar. Namun perlu diingat, bahwa pertambangan termasuk ke dalam SDA yang tidak dapat diperbarui sehingga apabila terus menerus dieksploitasi maka jumlahnya akan semakin berkurang. Sebagai contoh, PT Arun NGL yang beroperasi sejak 1974, saat ini cadangan gas alamnya telah menipis dan diperkirakan akan berhenti berproduksi pada tahun 2014 (The Jakarta Post, 11/8/2010). 

Ini menjadi bukti nyata akan keterbatasan SDA. Oleh karena karakteristik tersebut maka eksploitasi SDA di suatu daerah harus berdasarkan pada kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan yang matang sehingga ketika SDA tersebut habis masyarakat sudah mampu melanjutkan pembangunan tanpa bergantung kepada SDA terbatas lainnya. Berdasarkan kenyataan ini, maka pemerintah daerah beserta masyarakat perlu memikirkan metode baru agar dapat meningkatkan pendapatan daerah tanpa bergantung kepada SDA yang tidak dapat diperbaharui.

Salah satu cara yang dapat diterapkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan SDA yang tidak dapat diperbaharui adalah dengan mengelola SDA yang dapat diperbaharui seperti: hewan dan tumbuhan. Hingga saat ini sektor pertanian dan perikanan berperan sebagai penyumbang produk domestik bruto (PDRB) terbesar di Aceh, sekaligus menduduki peringkat kedua sebagai komoditi ekspor dengan nilai perdagangan mencapai USD 1.5 juta.

Selain itu, sektor ini juga telah mampu menyerap tenaga kerja sebesar 811.971 jiwa atau 50.24% dari keseluruhan angkatan kerja di Aceh. Oleh sebab itu, jika sektor ini dapat dimanfaatkan secara maksimal tentu akan dapat meningkatkan nilai pendapatan daerah sekaligus mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Data per September 2011 menunjukkan bahwa angka kemiskinan di Aceh mencapai 19.48% dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) per Februari 2012 sebesar 7.87% (BPS Aceh, 2012).

Namun, harus kita akui bahwa usaha peningkatan pendapatan daerah melalui sektor pertanian dan perikanan bukanlah hal yang mudah, karena untuk menghasilkan produk-produk pertanian dan perikanan yang berkualitas membutuhkan proses penelitian yang panjang dan membutuhkan lebih banyak SDM yang berkompeten di bidang ini. Dalam hal ini, penulis berpendapat bahwa kebijakan pemerintah Aceh melalui Lembaga Peningkatan Sumber Daya Manusia (LPSDM) Aceh, yang bertugas dalam pengelolaan kerjasama pendidikan, penelitian, pelatihan, dan pemberian beasiswa untuk meningkatkan SDM Aceh merupakan salah satu langkah yang tepat. Melalui kebijakan ini, kesempatan bagi masyarakat Aceh untuk dapat mengenyam pendidikan dan pelatihan baik di dalam maupun luar negeri akan semakin besar, yang nantinya akan dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan ketrampilannya untuk dapat mengelola SDA secara optimal di Aceh.

 Peningkatan kualitas SDM
Beberapa waktu lalu, utusan sains dari Amerika Serikat, Bruce Alberts, dalam kunjungannya ke Indonesia mengatakan bahwa untuk dapat memajukan pembangunan, maka peningkatan SDM melalui pendidikan dan penelitian sangatlah penting. Peningkatan ilmu pengetahuan dan penelitian memberi kontribusi signifikan dalam menyelesaikan masalah pembangunan. SDM yang pintar mudah menemukan solusi serta bisa menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru (Tempo, 11/7/2011). 

Kita juga bisa belajar dari Jepang dan Taiwan yang tidak memiliki SDA yang memadai, namun mereka mampu membangun kejayaan negaranya melalui peningkatan kualitas SDM. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) melaporkan bahwa negara-negara yang hanya memiliki sedikit SDA telah menjadikan pendidikan sebagai modal utama bagi pembangunan. Pemerintah berperan aktif menyadarkan rakyatnya bahwa jika ingin negara bangkit dari kehancuran maka mereka harus memiliki ilmu pengetahuan dan ketrampilan (The New York Times, 10/3/2012). 

Dengan kata lain, apabila Aceh memiliki SDM yang berkualitas dan mandiri tentu bisa memikirkan cara yang terbaik dalam mengelola, melindungi dan melestarikan sumberdaya SDA di daerah ini. Sehingga pemanfaatannya dapat lebih efisien dan berkesinambungan dan masyarakatpun siap melanjutkan pembangunan tanpa harus bergantung kepada SDA yang sifatnya terbatas.

Sumber:Serambi Indonesia

0 comments:

Post a Comment