Monday, December 17, 2012

Kisah Kakak Guru dari Aceh

OLEH AMNA AFGANURISFA, Mahasiswa Magister Psikologi Asia University dan Asisten Dosen Psikologi pada FK Unsyiah, melaporkan dari Taiwan 

JIEJIE Laoshi Achie (Baca: Jiji lau-shee aji), itulah panggilan sejumlah siswa kepada saya saat tampil sebagai wakil Indonesia dalam acara pertukaran budaya di SMA Wen-Zhuyin Kaoshiung, Taiwan. Sapaan pendek itu bermakna “Kakak guru dari Aceh”.

Pagi itu, Sabtu lalu, suhu Kota Taichung dingin sekali, 15 derajat Celcius, menusuk tulang. Juga dipenuhi kabut. Saat itulah saya dan teman-teman melakukan perjalanan jauh ke sebuah kota bernama Kaoshiung di bagian selatan Taiwan. 

Cuaca dingin tidak membuat semangat kami ikut “dingin” dalam menunaikan tugas sebagai tim delegasi dari Kampus Asia University Taiwan untuk program bernama exchange culture (pertukaran budaya). Setelah proses seleksi dan wawancara di Kampus Asia University, tempat saya melanjutkan studi S2 Jurusan Psikologi, terpilihlah lima mahasiswa dari lima negara sebagai anggota delegasi, yakni Indonesia, Vietnam, Mongolia, Slovakia, dan Filipina. Kami dikirim sebagai perwakilan dari international college untuk berangkat ke Kaoshiung dalam acara pertukaran kebudayaan. 

Kaoshiung adalah kota kedua terbesar di Taiwan. Suasana Kaoshiung berbanding jauh dengan kota lainnya di Taiwan. Kota Kaoshiung masih belum terasa dingin pada awal hingga medio Desember ini dibandingkan Taichung, Hsincu, Taipei, dan kota-kota lainnya di Taiwan.  

Kaoshing masih tergolong hangat dan mentari bersinar cerah di sini. Ini membuat kami dengan penuh yakin menanggalkan jaket kebesaran kami, jaket antidingin.

Saat itu 8 Desember 2012 menjadi tanggal yang tak akan pernah saya lupakan. Pada tanggal itulah saya dan rombongan dari Kampus Asia University Taiwan yang terdiri atas staf international college, mahasiswa internasional yang terpilih dari lima negara, yaitu Vietnam, Mongolia, Slovakia, Filipina, dan Indonesia melakukan misi pertukaran budaya ke sebuah sekolah menengah atas ternama di bagian selatan Taiwan. 

Saya ditunjuk sebagai perwakilan dari Indonesia untuk memperkenalkan budaya Indonesia kepada siswa-siswi di sekolah ini. Di sini pula saya disapa dengan panggil “Kakak guru dari Aceh”. Saya pikir-pikir klop memang, karena sambil memperkenalkan kebudayaan Indonesia yang majemuk, budaya “Tanah Rencong” pun banyak saya perkenalkan kepada mereka dan justru poin inilah andalan saya. 

Tuslisan ini juga dipublish di Serambi Indonesia (Online)

0 comments:

Post a Comment