Tuesday, July 3, 2012

Mahasiswa Aceh Kenalkan Tari Saman di Taiwan

Adalah Okta Handipa, 26, mahasiswa asal Banda Aceh mencoba memperkenalkan budaya Aceh, khususnya ‘Tari Saman’ di Negara Taiwan. Ia merupakan satu dari sekian mahasiswa yang mendapat beasiswa dari Pemerintah Aceh guna melanjutkan studi S2 ke Taiwan.
Bersama sejumlah rekan mahasiswa lainnya yang menuntut ilmu di Chung Hua University, mereka mempromosikan budaya Indonesia, khususnya budaya Aceh. Hasilnya, mereka kerap tampil di acara kampus maupun kegiatan persatuan pelajar indonesia (PPI) Taiwan. Bahkan, kini tarian dan aktivitas mereka dapat diakses via YouTube.



Bergerak dengan motto hidup, ‘Berdoa dan berusaha mesti berjalan beriringan’ itu, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Hanief Ibrahim dan Manfaridah Budiman itu berhasil meraih sukses dalam pendidikannya. Ia mengawali pendidikannya di SD Negeri 54 Banda Aceh, SMP Negeri 2 Banda Aceh dan SMA Negeri 3 Banda Aceh.
Lalu, ia melanjutkan S1 Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota di Universitas Gadjah Mada. Dan terakhir, S2 Jurusan Architecture and Urban Planning, Chung Hua University (sedang ditempuh).
Sebelum berangkat ke Taiwan pada bulan Agustus 2010 lalu, ia telah bekerja di Dinas BMCK Provinsi Aceh (2008-2009) dan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pidie Jaya (2009-hingga kini).
Orangtuanya yang berlatar belakang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan guru, selalu mendukung ia untuk maju. “Sejak kecil, orang tua saya selalu menanamkan agar rajin menuntut ilmu dan tidak malas belajar,” ujar Okta, demikian ia biasa disapa.
Dia mengatakan, usai menamatkan S1 tahun 2008 yang lalu, ia memutuskan mendaftar ke Komisi Beasiswa Aceh. “Memperoleh beasiswa itu bukanlah hal yang mudah. Setelah mengikuti berbagai tahapan seleksi, akhirnya saya lulus dan diterima sebagai calon mahasiswa penerima beasiswa,” ungkap pemuda berwajah tampan dan manis ini.
Menurut Okta, Taiwan merupakan salah satu negara maju dari segi ekonomi, telekomunikasi, transportasi, dan pendidikan. Ditambah lagi, saat ini Pemerintah Taiwan dan Pemerintah Aceh telah menjalin kerjasama di bidang pendidikan dan membuka kesempatan besar bagi mahasiswa Aceh untuk melanjutkan studinya.
“Saat pertama tiba di Taiwan, kesulitan terbesar yang saya rasakan adalah dalam segi bahasa, mengingat Mandarin adalah bahasa nasional Taiwan. Selain itu, dari segi kuliner, mengingat di Taiwan sangat sedikit warung yang menjual makanan halal,” ungkapnya.
Sebagai alternatif, ia memutuskan untuk memasak sendiri, meski dari segi rasa sangat kacau. Sebuah petuah dari pamannya yang selalu ia ingat, ‘Selama kuliah di negeri orang soal makan tujuannya bukan lah untuk enak, tetapi untuk dapat bertahan hidup dan tidak kelaparan.’
Di kampus Chung Hua University, mahasiswa belajar dengan menggunakan dua bahasa, yakni Mandarin dan Inggris. Fasilitas kampus sangat memadai, seperti laboratorium, perpustakaan, sports center, asrama mahasiswa, dan jaringan internet berkecepatan tinggi.
Lanjutnya, hari libur di Taiwan berbeda dengan di Indonesia. “Di Taiwan, mahasiswa libur di hari Kamis dan Jumat,” kata Okta.
Untuk meraih sukses, jangan pernah merasa canggung dan takut bersaing dengan orang lain karena kita juga memiliki kemampuan yang sama dengan orang-orang di luar sana. Jangan pula takut bermimpi dan meraih cita-cita yang tinggi. Karena yang terpenting adalah ketekunan dan kedisiplinan.(zulkifli)
Sumber:Harian Aceh

0 comments:

Post a Comment